Terbit dan Tenggelam: Rumah Segala Keadaan

“Musim kemarau pernah singgah di sini, saat Super Elja belajar terbang terseok jadi bahan injakan tim lain yang adidaya. Tribun tak berjejal padat manusia dulu itu. Wajar, tak banyak yang mau bertaruh detak jantung dan penyesalan dalam 90 menit penuh ketar-ketir. Matahari rasa-rasanya lebih terik sebab jarang ditemui keteduhan tiap wasit mengakhiri pertandingan. Tetangga kadang bertanya hasil sore itu dan jawaban tunduk malu terucap pelan. Hujan pernah turun lebat pula dan PSS Sleman main lumpur di kubangan. Bangkit dari kuyup tidak semudah menggelar payung. Kesedihan rintik begitu sering di tahun-tahun pertama selatan bernyanyi. Ada yang tertahan, ada yang turun begitu saja, banyak yang diusap sebab pertandingan-pertandingan masih harus berjalan dan menyanyikan gemuruh adalah pekerjaan utamanya. ” – Rumah Segala Musim, Tonggos Darurat.

***

Satu musim lebih kita berteduh di Manahan. Stadion megah dengan fasilitas mumpuni, tapi terasa asing. Satu musim lebih pula lini belakang dan manajemen sibuk “ngrepoti awake dewe” dengan eksperimen tanpa hasil pasti. Di saat bersamaan, renovasi Maguwoharjo berjalan tertatih. Stadion itu kini seperti rumah yang separuh jadi. Lantai-lantai masih memamerkan beton dan lumut, sementara semangat harus terus menyala. Dalam kondisi yang serba tanggung, stadion yang belum sepenuhnya rampung, dan kondisi manajemen yang masih meraba-raba arah. PSS kembali mencari cara untuk lepas dari kutukan akhir musim.

Perjalanan Sleman-Solo terasa biasa, tapi Klaten mungkin sudah terlalu sering jadi saksi mata harapan yang tak sampai. Seringkali, kemenangan hanya mampir sampai gapura selamat datang. Setelahnya, hanya ada tim yang terus ditemani, bagaimanapun hasilnya. Kini, dalam segala ketidaknyamanan, klasemen yang tak bersahabat, dan stadion yang belum sepenuhnya siap, kita akhirnya pulang.

Ya, ini rumah kita. Meski belum sempurna, semoga masih penuh berkat. Suara lantang dan dentuman perkusi jadi pemantik semangat. Mari jaga apa yang kita punya. Dukung asa yang tersisa. Kembalikan marwah Maguwoharjo seperti sedia kala, jujur meski tidak gampang. Namun, dalam kemarau dan hujan, dalam terbang dan terjatuh, Maguwoharjo selalu jadi tempat paling nyaman untuk pulang. Tempat bertemu kawan, berbagi pikiran, bersulang tawa, dan menggenggam kembali suara.

Karena sebenarnya, mendukung tim ini bukan soal menang atau kalah semata. Ini tentang duduk di tribun yang sama, menyanyikan lagu lama yang terus terasa baru, dan merasakan denyut jantung bersama ribuan orang yang satu rasa. Kita tumbuh bersama tim ini, kecewa dan bahagia bersama, dan di sanalah letak magisnya: dalam segala keterbatasan, selalu ada alasan untuk tetap datang, tetap percaya, dan tetap pulang.

Ditulis oleh: Carang
Editor: Pandhus
Poster: Bangun