Musim ini bukan cuma soal hasil di lapangan. Performa tim memang selalu disoroti dari musim ke musim, tapi ada satu hal yang jadi keresahan, yaitu bagaimana media gagal menjadi wajah yang membanggakan. Di balik buruknya performa tim sepanjang musim, media PSS juga layak degradasi. Musim ini jadi yang paling kelam, tapi mungkin inilah satu-satunya cara untuk bangkit kembali. Reset ulang!
Tahun 2020 lalu sempat menyusun skripsi dengan topik media PSS. Ada hal yang menarik jika dibahas hari ini, yaitu follower growth Instagram. Sejak 2020, PSS hanya mampu mencapai kenaikan +54,2%. Jika dibandingkan klub-klub seperti Persib, Persija, PSM, Bali mungkin tidak sebanding karena mereka punya tahun prestasi yang pastinya menunjang kenaikan followers juga. Tapi jika disandingkan dengan Persebaya yang juga belum pernah meraih trofi sejak 2020, mereka memiliki kenaikan followers yang lebih banyak yaitu +68,75%. Bahkan PSIS punya angka kenaikan yang fantastis, yaitu +130,4%.
Iya, PSS tertinggal jauh dari PSIS perihal followers growth, sekali lagi, PSIS. Yang sama-sama degradasi di musim ini. Dari kontestan Liga 1 musim 2020 hingga musim ini (kecuali tim juara), Persita punya followers growth terbanyak yaitu +160%. Kenapa bisa sedrastis itu? Monggo lihat sendiri bagaimana mereka mengelola media, bagaimana aktivasi mereka, ide-ide dan inovasi mereka di setiap lini media menurutku jadi salah satu yang terbaik.
Hal ini jadi peringatan besar, ternyata pengelolaan media PSS nggak bagus-bagus amat selama 5 tahun berjalan, malah tergolong stuck. Lanjut, bicara tentang pengelolaan platform, kita sama-sama tahu beberapa musim ini akun official bak robot yang sekadar menyelesaikan tugasnya, semuanya serba satu arah. Inovasi konten stagnan, semua ditreatment sama oleh pelaku media yang harusnya sadar tiap platform punya habit yang berbeda. Sialnya, musim ini jadi yang terburuk.
Pertama dari pengelolaan website, ketidakbecusan media terpampang jelas dari banyaknya kolom kosong di situ. Jika kita bicara branding, website jadi salah satu platform yang perlu dimaksimalkan. Sewajarnya, website dapat merangkum seluruh informasi dan aktivitas yang perlu diketahui. Faktanya, di dalam website yang lemot itu hanya kolom berita yang aktif dikelola. Sisanya? Nihil. Bahkan galeri terakhir di-update di musim 21/22. Keren.
Di platform lain — TikTok, YouTube, dan Twitter — semuanya mirroring, nggak ada yang berbeda, brand voice yang digunakan tak jelas arahnya. Pertanyaannya, lalu buat apa punya akun di tiap platform? Ya sing penting ono lah! Lanjut, sisi kreativitas. Menurutku, PSS belum mencapai kreativitas yang kuharapkan. Kreativitas yang dimaksud bukan perihal visual. Menurutku, dari segi visual semuanya di atas rata-rata. Good job Aldi, Dio, dan kawan-kawan media PSS.
Tapi, tapi, semuanya nggak berbanding lurus dengan konten yang mereka sajikan. Setahuku, turn over karyawan di media PSS nggak tinggi, dan kebanyakan dari mereka adalah senior di bidangnya. Tapi sialnya, justru aktualitas konten yang paling kusoroti sepanjang musim.
Puncaknya di laga home terakhir, itu adalah momen yang nggak terjadi setiap laga. Pesta, harapan, dan kemenangan. Sayangnya, momen itu nggak ditangkap dengan baik sama tim media PSS. Core content mereka ITG, terlambat naik, basi ditelan waktu setelah 2 hari usai laga. Nggak ada treatment konten yang berbeda, sama sekali nggak seperti tim yang sedang berjuang di zona merah, ujung jurang. Lagi-lagi, semuanya serba monoton.
Apakah selalu begitu SOP-nya? Tapi seharusnya mereka bukan robot, kan? Karena sejatinya manusia selalu berkembang dan adaptif. Jika dibandingkan konten reels @saddamnmn dan @rinaldibagaska, viewers tim akun official kalah jauh di momen itu. Mereka berdua mampu melihat peluang dan men-treatment karyanya dengan baik.
Kenapa di akun official nggak bisa? Bukannya tim punya segala akses dari rumput lapangan sampai atap tribun? Jika beranggapan dengan pengelolaan media seperti ini bakal tetap ada sponsor yang melirik, coba lihat lagi logo apa saja yang terpampang di jersey PSS beberapa musim ini. Apa benar media ikut andil dari goal-nya sponsor tersebut? IYKWIM.
Benar kata Liston, kemungkinan besar earned media value saja mereka nggak tahu, dan mungkin juga nggak penting hari ini. Pertanyaannya, yakin bisa bertahan lebih lama dengan cara pengelolaan model ini? PSS musim depan berlaga di kasta kedua yang mana value tim pasti akan berbeda saat mentas di Liga 1.
Turunnya PSS ini mungkin bisa jadi refleksi buat tim medianya. Mereka juga degradasi. Mereka layak turun. Performa media selama 5 tahun ini nggak menunjukkan usahanya untuk berkembang. Move Forward yang digaungkan sebatas bualan. Semuanya stagnan, repetitif, dan minim kreativitas. Mungkin memang ini momennya untuk reset ulang; tumbuhkan lagi ide-ide liar, eksplor, dan belajar lebih banyak dari siapa pun. Dan yang terpenting, jangan tutup mata dan telinga.
Karena kalian (media) adalah representasi, penyambung, sekaligus harapan bagi kami — sayap-sayap Super Elja.
Oleh: Fairus
Poster: Bangun