Sebagai sebuah band, membubarkan diri di atas panggung adalah salah satu yang terburuk dalam hidupku. Sehari sebelum peluncuran album kami “Suara Perut”, salah satu personel kami mendapat panggilan kerja di ibukota yang mengharuskan band kami istirahat. Setelah berduskusi dalam anggur merah malam sebelum pentas, diputuskan bahwa band kami akan rehat dalam waktu yang lama lantaraan personel yang pergi cukup vital di aransemen dan penciptaan lagu. Akhir pekan itu adalah konser kami, membawakan seluruh lagi di dalam album dan beberapa lagu yang kami ciptakan sebelumnya.
Di depan massa, kami pamit dalam hening, hanya suara mikrofonku yang berucap banyak terima kasih atas tahun-tahun yang hebat bagi band kami dan lantunan keyboard yang mendayu pelan khas perpisahan. Waktu berselang cukup lama, sekalipun masih akrab mengobrol, kami sebagai band tidak memproduksi musik apapun. Menyadari bahwa hidup harus bergulir, aku kembali bekerja dan menjauh dari sepakbola. Sampai suatu hari yang tiba-tiba, gitaris kami yang bekeja di ibukota mengajak diskusi perihal lirik dan lagu yang ia buat di rantau. Isinya sudah barang tentu tentang kerinduannya pada sepakbola karena memang kami berangkat dari situ. Selain kerinduan, janji untuk pulang secepat-cepatnya juga tersemat. Kamu tidak bisa berbohong begitu saja meninggalkan sepakbola setelah banyak tahun kamu habiskan di sana.
Dalam batinku, cepat atau lambat temanku ini pasti akan sambat karena jauh dari Superelja. Lama kami saling bertukar ide dan nada, sampai akhirnya satu badan lagu selesai via voice note whatsapp, cara paling ampuh kami mencatat materi lagu. Pada satu lebaran, kawan gitaris ini pulang dan merekam guide lagu kami. Setelah itu satu-persatu instrumen kami masukkan di studio rumahan milik kawan dan diunggah ke kanal soundcloud kami seperti biasa dan seperti sebelumnya. Salah satu ketakutan suporter akan sepakbolanya adalah ketika sepakbola itu tidak lagi bisa kamu sentuh. Ia bisa saja jauh oleh rantau, oleh kerja, oleh perihal kewajiban hidup apa saja yang mendesak. Tapi percayalah jika satu kali kesempatan saja terlihat, kamu pasti akan berlari kencang pulang ke kandang kita dan berteriak kegirangan sebab sepakbola selalu menunggumu. Ia tidak akan mati.
“Aku pergi tuk sementara, aku pergi untuk kembali.
Bersamamu aku akan bernyanyi,
di belakangmu aku kan berdiri.
Tak berhenti.
Walau di dalam doa, aku selalu meminta.
Memohon padaMu yang kupercaya,
Karena tak kan ingkar pasti kan tiba
Saatnya.
Hanya kau yang selalu bisa
Membuatku ingin segera pulang
Tak ada yang lain yang bisa
Membuatku ingin segera pulang.”
Tonggos,
Mei 2020