Hai, atau Hei? Atau Halo?
Mana sih yang lebih cocok untuk menyapamu hari ini?
Bagaimana rasanya melewati hari pertama tanpa kami? Untuk kali pertama dalam hidup, ternyata ini rasanya menyaksikanmu bertanding tanpa riuh sambut tepuk tangan orang-orang. Ada perasaan janggal menontonmu di Makassar sana dari Sleman sini. Bukan sebab jauhnya, karena jarak nampaknya hal biasa bagi para pendukung yang kulino over land and sea.
Mungkin aku sama seperti pendukungmu yang lainnya; yang masih setia menunggu kabar balasanmu dengan waswas dan khawatir. Orang-orang handphonenya miring ramai-ramai hari kemarin, menyaksikanmu bertanding dari jauh tapi hatinya kosong, karena kebanggaannya dari lama bukan seperti yang mereka yakini hari ini. Tentu saja kami semua tetap mendoakanmu menang malam itu walau meleset. Semua orang mengharap gol balasanmu yang tidak kunjung tiba sama seperti hari-hari dulu biasanya.
Tentang kerinduan untuk bersorak namamu di tribun besok, di hari pertama laga kandangmu, aku juga sama seperti orang-orang lain yang ingin dengan segera keadaan kembali baik-baik saja. Kalau kamu masih butuh waktu sudah jelas kami akan menunggu, seperti yang sudah-sudah kami adalah penyabar jika untuk kebaikanmu. Mungkin kamu sudah lupa bahwa kami tetap merayakan sepakbolamu sekalipun dulu buruk sekali angka keberhasilannya, kami pula yang tetap menyambutmu dengan pelukan paling hangat saat kepala tertunduk lesu dihantam badai kekalahan. Kami sadar dengan betul bahwa sepakbolamu butuh ditunggu, karena berlari kencang tak melulu sampai tujuan. Maka hari ini kami masih sabar menunggumu berubah.
Aku sendiri sudah siap terjebak di penantian jika keyakinan tak kunjung bertemu. Mungkin aku akan menghabiskan waktu menulis macam ini walau tidak pernah sampai padamu. Dari jauh aku akan tetap menunggu dan sabar karena dua kata ini yang lekat sebagai pendukungmu, seperti dwi tunggal Soekarno-Hatta yang tidak bisa dipisah dalam duit lembaran; baik ada atau tidak ada sepakbola. Dengan hati yang luruh aku ikut di barisan bunuh diri untuk tidak dulu menyaksikanmu dari dekat walau akan selamanya. Mungkin akan mirip Sutan Syahrir yang menghabiskan sisa hidupnya dalam pengasingan.
Di atas kerelaan itu semua, doa untukmu selalu terpanjat walaupun dalam sunyi yang nyaring. Semoga kemenanganmu cepat tiba, semoga keadaan segera baik-baik saja, semoga kita akan bertemu secepatnya, seperti orang-orang menaruh hormat pada pertemuan Habibie-Ainun yang abadi pada akhirnya.
(Tonggos/Maret 2020)