Secarik Untuk Ibu

Ibu, sepakbola dalam hidupku tentu sering membuatmu khawatir. Aku termasuk salah satu anak yang selalu suka berbagi cerita di meja makan, tentang kesenangan-kesenangan dan bahaya-bahaya di sepakbola. Kamu juga tau kalau aku tidak pernah bisa menjadi biasa sejak memutuskan untuk mengikuti Superelja. Toh kamu juga tau kan, bu, aku selalu memilih dan meminta tetek-bengek warna hijau perabot rumah. Bahkan warna cat kamarku dulu dan warna rumah kita sekarang. 

Raut getirmu setiap aku pamit pergi mendukung sepakbola tidak pernah berubah, terutama ke kota-kota penuh marabahaya. Untukku, itu adalah sebuah pesan dan doa untuk selalu pulang. Seperti yang aku kerap ceritakan, menonton sepakbola ibarat menunggu bis jurusan kematian yang tidak terjadwal tibanya. Terlebih di Indonesia, menonton sepakbola seperti berjalan di tepi jurang tapi tidak ingin terpeleset. Sekalipun sangat berhati-hati namun bisa saja satu waktu terjadi. Maka aku tak heran jika bapak tak pernah suka. Ia selalu marah saat aku pergi keluar rumah demi sepakbola. Selain karena kewajiban-kewajiban yang tertinggal, pasti juga karena kematian yang sangat akrab.

Apapun varian alasannya, sulit untuk menghentikanku mengikuti Superelja. Jika tidak ada pertandingan, waktu bisa kuhabiskan mengarang lagu dan menulis artikel tentang sepakbola. Maka aku minta maaf untuk hal-hal yang terlewat di rumah selama ini. Mungkin kalian berdua tak pernah suka, tapi bagaimana caranya menasehati orang yang sedang jatuh cinta?

Tonggos,

Desember 2019