Desember yang Sepertinya Tak Akan Jolly

Desember, seharusnya bulan sukacita dengan pertemuan yang menyenangan. Pohon terang menyala, harapan tinggi untuk akhir yang manis dan awal yang penuh janji. Dalam hari kompetisi liga, penghujung tahun terlihat muram dan tak mudah memaafkan yang mengingatkan akhir tak selalu baik.

Persib, yang pertama, berdiri gagah di hadapan mempertahankan tahta. Di perjamuan terakhir dengan segalanya di atas meja untuk PSS, Persib menyiksa hingga kita kehilangan napas. PSS seluruh peluh, Persib hanya datang untuk menyelesaikan harinya. Bertemu kembali, angka peluang sudah tertulis di permukaan batu, dan tak menyenangkan bagi elang.

Kemudian, PSM. Tampak rapuh dari luar, perkasa di karpet hijau. Sedangkan PSS? Tetap menjadi dirinya sendiri. Terganjal kerikil kecil ketika tak banyak orang memperhatikan. Tanah Kalimantan sepertinya tetap akan menjadi puncak yang didaki namun koyone kok ora tekan-tekan.

Berikutnya PSIS, tetangga utara yang dekat tapi terasa jauh. Catatan lampau yang tak pernah berpihak. PSS seringkali sukses untuk gagal dalam cara yang paling spektakuler. Dari penalti pembawa riang di penghujung durasi yang gagal, atau lupa sisi sebelah mana gawang harus diserang. Di atas kertas, PSIS di bawah kita di klasemen, harusnya baik-baik saja, bukan? Seperti yang fasih terhafalkan, bersama PSS, tak ada yang pasti.

Tanggal semakin tua, Persija menanti di ibukota. Kandang macan dengan segala cerita. Kastil pembunuh mimpi bagi siapa pun yang melawat. Mereka yang paling sukses, kita melangkah nyaman menuju rumah jagal. Desember terus bergulir, tetap tanpa kehangatan yang terasa.

Akhir kalender menuntun ke arah Madura United yang menanti di ujung jalan. Kurang selangkah dari guci penuh emas. Perubahan seratus delapan puluh derajat Madura di hari ini seharusnya menjadi kado Natal yang terlambat. Mungkin, konsolasi untuk menutup tahun agar tak putus asa setelahnya.

Desember tetaplah Desember, melewati menyisa dengan samar dan cepat. Menutup dengan harapan kecil agar lebih baik di kemudian atau setidaknya tak sepayah sebelumnya. Desember membawa PSS dalam perjalanan rollercoaster tak kasat mata. Dengan teriak di ketinggian dan titik rendah yang mengutuk. Hingga ketika berhenti, kita menyadari dan bergumam “pisan meneh lah.”

Ditulis oleh: Radhifan
Poster: Galih

Recent Posts

Social Media