Man, Obituari datang tak mengerti hari.
Hari itu, media sosial ramai oleh berita klub yang mendatangkan para pemain berlabel bintang. Nama kondang dari sebrang pulau, pemain berlabel timnas dan orang asing yang belum pernah merasakan gaprakan liga yang tak jelas jadwalnya. Semua riuh. Publik sepak bola Kabupaten Sleman pada khususnya. Buatku seperti “bukan suatu waktu yang Sleman sekali”.
Kemudian banyak kata-kata over confidence menyamber orang-orang kabupaten yang tak pernah merasakan angin segar sebelumnya, yang biasanya disamber angin sepoi-sepoi turun dari Merapi menyambar garapan sawah yang tak tahu berhasil atau tidak pada masa panennya.
PSS memulai pertunjukan dari piala pra musim yang tidak jelas arahnya dan bertengger pada posisi tiga, hasil dari permainan membosankan dan justru bikin besar kepala direktur klub. Agaknya menganggap sudah membuktikan pada khalayak kabupaten yang cerewet dan tak bisa diam ini.
Dibuat gila karena pandemi dan yang bertanggung jawab tak tahu diri, liga busuk ini harus berhenti. Dampak merembet pada skuat Elang Jawa yang kita cintai, obituari datang tak perlu aba dan pengumuman dari pengurus klub. Pemain luar yang sebelumnya digadang sebagai penerus si hitam legam dari Brasil pamit undur diri, pasukan lokal tak tahu bagaimana kontrak selanjutnya, dan media ofisial yang hanya bisa mengucap salam pagi dan emoticon burung elang, juga simbol hati. Tidurlah kami untuk beberapa bulan sampai akhirnya, jadwal liga keluar lagi. Pertandingan pembuka oleh tim-tim yang media ofisialnya aktif, sedang PSS masih saja dengan kabar dan ucap pagi tanpa memberi tahu bagaimana keadaan skuat kini.
Janji manis di media sosial, tiga tahun lagi menuju liga asia, kata orang yang tak pernah menghirup nafas langgam tumbuh komunal tani Merapi. PSS yang dibawa jumawa di “piala cari muka”, tahu-tahu porak poranda saat menuju kompetisi sebenarnya. Bla bla bla liga Asia, dan rencana bisnis diawal itu hanya menjadi isu-isu hangat di pinggiran jalan kalasan, berbah dan seyegan.
Wajah yang kemudian susah ditemui di lini masa lagi, tak seperti mencari jersey kita yang selalu ready. Elang Jawa tersungkur sendiri di lerengnya, sedang yang berjanji menjaga tak pernah berani menampakkan wujudnya. Lagi-lagi, dieksploitasinya kita tanpa melihat apa saja.
Ditulis oleh: Carang 976stud
Editor: Pandhus
Artwork: Yosi 976stud