Pembual

Di puncak kegagalan PSS musim ini, berdiri seorang pengacara bermulut manis (Halo Gusti Randa) yang jadi direktur utama klub. Menjanjikan surga tapi malah menghantarkan tim ke Liga 2. Saat melenggang ke tahta PT Putra Sleman Sembada, ia datang dengan sejuta gaya. Menjajakan mimpi besar: “PSS adalah masa depan”, matanya berbinar seperti penjual seminar sukses instan. Seolah kelak ia akan jadi juru selamat.

Wagner Lopes masuk duluan, pelatih Brasil yang bikin fans ngamuk dengan lima laga tanpa kemenangan. Lalu datang Mazola Junior, penyelamat dadakan yang bikin secercah harapan sebelum padam seperti lilin murahan. Pieter Huistra datang terlambat, rasanya seperti menyewa koki bintang lima untuk kapal yang sudah tenggelam. “Kami tertekan dari awal,” keluh Presiden klub setelah ia sukses bawa PSS ke jurang kegagalan, suaranya seperti penjual asuransi yang kehabisan trik.

Soal komposisi pemain, ia bilang PSS “apes” dengan rekrutan asing. “Kami pikir mereka oke, tapi ternyata gampang cedera,” katanya, seolah sepak bola adalah undian dan PSS dapat kupon kosong. Ditambah lagi, PSS jadi tim musafir, cuma tiga kali main di kandang karena Maguwoharjo direnovasi. Lengkap sudah ia jadikan alasan.

Saat peluit degradasi berbunyi, X meledak seperti Gunung Merapi. Sementara di tubuh pengurus klub, tak ada maaf, tak ada malu, hanya tersisa omong kosong.

Di wawancara terbarunya, ia menggambarkan PSS sebagai korban nasib: tekanan psikologis, pelatih yang bolak-balik, pemain yang tak fit. “Kami bidik Liga 1 musim depan,” katanya, seolah kata-kata bisa menutup luka sejarah degradasi.

Gusti Randa menyatakan target jangka pendek untuk membawa PSS Sleman masuk enam besar di awal musim kompetisi. Ia juga menyebutkan target jangka menengah seperti kolaborasi dengan klub luar negeri dan peningkatan kinerja bisnis, serta target jangka panjang untuk menjadikan PSS sebagai klub profesional dengan pengelolaan yang lebih baik, termasuk pembenahan infrastruktur dan pengembangan akademi pemain muda.

Realitanya target ini tidak tercapai. PSS Sleman terdegradasi ke Liga 2. Ia beralasan adanya tekanan sejak awal musim dan masalah adaptasi pelatih dengan pemain sebagai salah satu penyebab kegagalan.

Gusti Randa berulang kali menyatakan optimismenya bahwa PSS Sleman memiliki potensi besar untuk menjadi klub besar berdasarkan pengamatannya selama di PSSI. Ia menyebut PSS sebagai klub yang menjanjikan untuk masa depan dan ingin menerapkan ide-ide untuk menjadikan PSS klub profesional yang lebih baik. Realitanya, pernyataan ini menuai skeptisisme dari fans, degradasinya PSS ke Liga 2 menjadi bukti kinerja manajemen di bawah pimpinannya tidak kompeten.

Gelagatnya tidak pernah menunjukkan pertanggungjawaban. Sudah jelas, ketidakbecusan manajemen adalah penyebab utama PSS degradasi. Tidak adanya pernyataan maaf secara terbuka oleh jajaran direksi klub atau tindakan konkret seperti pengunduran diri semakin memperkuat persepsi bahwa orang-orang itu tidak peduli pada aspirasi fans.

Apa berikutnya untuk PSS? Gusti masih duduk manis di kursi panas, menjajakan cerita comeback di Liga 2. Jika degradasi saja mereka anggap hal biasa tanpa setitik penyesalan, lantas apa lagi yang akan mereka lakukan untuk menyeret tim ini ke lubang yang lebih dalam? Mengontrak pemain dari liga tarkam? Atau mungkin, meminta fans membayar tiket lebih mahal untuk menyaksikan PSS kalah di Liga 2?

Oleh: Pandhus
Poster: Bangun