Menuju buka puasa ajakan datang dari sesama Ultras PSS untuk berkumpul barang sebentar karena lama kami tidak berbincang. Telepon selularku tidak cukup kuat untuk ikut di pertemuan zoom dan google meet, atau teknologi-teknologi lain. Lepas isya aku menuju salah satu rumah keluarga kami, dalam perjalanan aku memutar bagaimana semua ini mulai dalam hidup. Perjalanan pertama bersama mereka dan hutang budiku atas semua pelajaran dalam tahun-tahun yang panjang. Suatu pagi yang sudah kulupa tanggalnya, aku tidur setelah subuh di kamar indekos, nanti siang adalah jadwalku kuliah dan aku bertugas membangunkan teman-teman lain karena mereka akan berangkat menuju Rembang untuk partai tandang. Mereka sudah mulai berkumpul dalam 2 mobil, aku diseret oleh Fayzal untuk bangun dan ikut tandang.
Tanpa mandi dan uang saku sama sekali, nol rupiah. Dengan kaos, jaket, sepatu, dan celana seadanya aku diusung mereka masuk. Kulanjutkan tidur dalam mobil sampai kami keluar tol pantura, kami berhenti sebentar. Aku masih tak punya bayangan apa yang kami lakukan di tepi jalan sampai sebuah mobil box melewati kami dengan klakson nyaring. Ternyata dialah bapak Ahmad, pendahulu kami yang bekerja di luar kota. Sepengetahuanku, hari-harinya dihabiskan di sisi utara Jawa Tengah. Aku tidak pernah menyangka akan menemuinya di pinggir jalan raya dalam keberangkatan partai sepakbola. Membolos kerja dan membawa mobil dinasnya untuk berangkat bergabung bersama kami.
Ada perasaan wah karena adegan ini mirip-mirip sewaktu GsR berangkat menuju Manchester dan bertemu rekan mereka seorang pilot yang ikut membolos pula, waktu itu Green Street Hooligan adalah film yang paling populer di kalangan kami dan kejadian macam ini membuatku naif berpikir bahwa apa yang kami lakukan ada di jalur suporter yang tepat. Kenekatan ini disambung oleh beer hitam kadaluarsa beberapa box yang ia bawa untuk kami minum sebelum pertandingan. Segala kebutuhan seperti makan, tiket, dan mabuk-mabukan disodorkan padaku dari patungan mereka, keluargaku ini. Tidak ada jawaban lain atas apa yang mereka beri kecuali aku sama seperti mereka seorang suporter Superelja. Pelajaran hari itu tinggal dalam di palung otak, bahwa memberi prioritas pada PSS Sleman adalah sebuah hal yang tidak perlu diminta dan merangkul sesama pecinta Superelja dalam perayaan sepakbola baik jauh atau dekat dari rumah. Sebuah frase yang dulu selalu lekat di perbincangan kami, “kalau ada pertandingan ya berangkat, kalau misal ga bisa berangkat ya diusahakan berangkat.
Kepepet beneran ga bisa berangkat banget ya gimana caranya tetap berangkat.” Aku terkesima oleh kenekatan orang-orang ini dan bagaimana mereka merawatku dalam ketidakpunyaan. Kalau hari itu mas Fayzal tidak menyeretku keluar kamar kos, mungkin langkah tidak akan sejauh ini ditempuh dan aku bukan siapa-siapa sebagai manusia. Hari ini aku adalah seorang pendukung PSS Sleman Super Elang Jawa, kukatakan dengan bangga. Aku berterimakasih sampai hari ini dan untuk hari depan. Muchas gracias.
Tonggos,
Mei 2020